Ave Neohistorian!
Dalam Sejarah, Jeddah adalah kota penting yang berfungsi sebagai pelabuhan utama di Hejaz dimana dua kota suci Mekkah dan Madinah berlokasi. Sejak zaman Khalifah Usman bin Affan, Jeddah adalah pelabuhan tempat datangnya para jemaah haji dari seluruh dunia. Selain itu, Jeddah juga berfungsi sebagai kota dagang. Tak mengherankan jika di zaman Ottoman, negara-negara asing membuka konsulat disana.
Namun pada tahun 1858, ada satu peristiwa memilukan yang terjadi di sana. Kala itu, Jeddah yang merupakan kota penting di Provinsi Hijaz, Kekaisaran Ottoman, memiliki penduduk sejumlah 5000 orang. 25 diantaranya beragama Kristen sedangkan sisanya Muslim. 25 warga Kristen itu terdiri atas keluarga serta pegawai konsulat Britania Raya dan Prancis, lalu ada pula ekspatriat keturunan Yunani dan Syria.
Menurut sumber Inggris dan Prancis, pembantaian terjadi karena provokasi yang dilakukan sekelompok warga Arab dari Hadramaut (Yaman), mantan Polisi Ottoman, serta sejumlah Syekh asal India. Mereka memiliki antipati terhadap Britania Raya yang menghancurkan Kekaisaran Mughal dalam Perang Sepoy dan juga makin agresif di Laut Merah. Kala itu, Kapal Britania Raya lewat di pelabuhan Jeddah dan tak sengaja menutupi bendera bulan sabit di kapal Ottoman yang lebih kecil. Hal itu dijadikan bahan provokasi untuk memanas-manasi massa.
Para provokator, menyebut kehadiran pemeluk Kristen, menodai kesucian tanah suci. Maka akhirnya massa merangsek ke Konsulat Britania Raya serta Prancis dan juga kediaman warga Kristen lalu membantai mereka. Adapun yang selamat, melarikan diri ke Kapal Britania Raya. Peristiwa ini menjadi perbincangan hangat di Majelis Rendah Britania Raya selama 10 hari.
Penulis: Andreas Kevin Simanjorang
Editor: Daniel Limantara
Referensi:
William Ochsenwald, ‘The Jedda Massacre of 1858’, Middle Eastern Studies, 13:3 (1977), 314–26
+ There are no comments
Add yours