Ave Neohistorian!
Sada Abe (1905-1971) adalah perempuan Jepang yang malang. Ketika kecil ia pernah diperkosa beramai-ramai oleh teman-temannya sehingga mentalnya hancur. Keluarga Sada berusaha merehabilitasinya namun gagal karena ia kini malah kecanduan seks. Akhirnya Sada mencari nafkah dengan bekerja sebagai pelacur (Oiran) hingga ia sempat terkena penyakit kelamin. Akan tetapi tidak banyak laki-laki yang sanggup memuaskan dahaganya.
Setelah bergonta-ganti pasangan, Sada menemukan pria yang sanggup mengimbanginya yakni Kichizo Ishida. Pada tahun 1936, Sada mempraktekkan BDSM dengan Ishida hingga ia tewas karena tercekik. Sada kemudian memutuskan untuk memotong phallus Ishida dan checkout dari hotel, sembari membawa potongan kelamin itu. Sada menjadi buronan dan kasusnya viral karena masyarakat Jepang di era sebelum Perang Dunia II sedang demam genre “Ero, Guro, Nansensu” (erotic, grotesque, nonsense).
Acuh tak acuh, Sada tidak bersembunyi dan malah bersenang-senang di pusat perbelanjaan di distrik Shinagawa. Ia mencoba menikmati potongan phallus Ishida, namun gagal karena tidak bisa ereksi. Sada lantas mencoba mengakhiri hidupnya dengan melompat dari tebing namun dicegah oleh polisi. Kali ini Sada kooperatif dan bersedia menerima hukuman. Ia beralasan bahwa ia melakukan itu sebagai perwujudan cinta pada Ishida.
Sada pun dipenjara dan dibebaskan pada tahun 1941. Warga Jepang saat itu banyak yang menganggapnya sebagai ikon feminis yang melawan budaya patriarki. Sada menjadi populer dan banyak jurnalis mewawancarainya untuk menggali tentang kisah hidupnya.
Bagaimana akhir hidup Sada? Pada tahun 1970, Sutradara Nagisa Oshima hendak mencari Sada untuk mewawancarainya. Ia ditemukan telah hidup damai sebagai biksu perempuan disebuah biara di Kansai. Ia kini hanya fokus beribadah, membantu orang lain dan menjauhi keduniawian.
Penulis: Jonathan Tsai
Editor : Irene Monica
Sumber :
Richie, Donald (1987). “Sada Abe”. Japanese Portraits. Tokyo: Tuttle Publishing.
+ There are no comments
Add yours